6/7.5 Beberapa
Indikator Kesenjangan Dan Kemiskinan
INDIKATOR
KESENJANGAN
Ada sejumlah
cara untuk mrngukur tingkat kesenjangan dalam distribusi pendapatan yang dibagi
ke dalam dua kelompok pendekatan, yakni axiomatic dan stochastic dominance.
Yang sering digunakan dalam literatur adalah dari kelompok pendekatan pertama
dengan tiga alat ukur, yaitu the generalized entropy (GE), ukuran atkinson, dan
koefisien gini.
Yang paling
sering dipakai adalah koefisien gini. Nilai koefisien gini berada pada selang 0
sampai dengan 1. Bila 0 : kemerataan sempurna (setiap orang mendapat porsi yang
sama dari pendapatan) dan bila 1 : ketidakmerataan yang sempurna dalam
pembagian pendapatan 0 Kurva Lorenz, Kumulatif presentase dari populasi, Yang
mempunyai pendapatan
Ide dasar dari
perhitungan koefisien gini berasal dari kurva lorenz. Semakin tinggi nilai
rasio gini, yakni mendekati 1 atau semakin jauh kurva lorenz dari garis 45
derajat tersebut, semakin besar tingkat ketidakmerataan distribusi pendapatan.
Ketimpangan
dikatakan sangat tinggi apabilai nilai koefisien gini berkisar antara 0,71-1,0.
Ketimpangan tinggi dengan nilai koefisien gini 0,5-0,7. Ketimpangan sedang
dengan nilai gini antara 0,36-0,49, dan ketimpangan dikatakan rendah dengan
koefisien gini antara 0,2-0,35.
Selain alat ukur
diatas, cara pengukuran lainnya yang juga umum digunakan, terutama oleh Bank
Dunia adalah dengan cara jumlah penduduk dikelompokkan menjadi tiga group : 40%
penduduk dengan pendapatan rendah, 40% penduduk dengan pendapatan menengah, dan
20% penduduk dengan pendapatan tinggi dari jumlah penduduk. Selanjutnya,
ketidakmerataan pendapatan diukur berdasarkan pendapatan yang dinikmati oleh
40% penduduk dengan pendapatan rendah. Menurut kriteria Bank Dunia, tingkat
ketidakmerataan dalam distribusi pendapatan dinyatakan tinggi, apabila 40%
penduduk dari kelompok berpendapatan rendah menerima lebih kecil dari 12% dari
jumlah pendapatan. Tingkat ketidakmerataan sedang, apabila kelompok tersebut
menerima 12% sampai 17% dari jumlah pendapatan. Sedangkan ketidakmerataan
rendah, apabila kelompok tersebut menerima lebih besar dari 17% dari jumlah pendapatan.
INDIKATOR
KEMISKINAN
Batas garis
kemiskinan yang digunakan setiap negara ternyata berbeda-beda. Ini disebabkan
karena adanya perbedaan lokasi dan standar kebutuhan hidup. Badan Pusat
Statistik (BPS) menggunakan batas miskin dari besarnya rupiah yang dibelanjakan
per kapita sebulan untuk memenuhi kebutuhan minimum makanan dan bukan makanan
(BPS, 1994).
Untuk kebutuhan
minimum makanan digunakan patokan 2.100 kalori per hari. Sedangkan pengeluaran
kebutuhan minimum bukan makanan meliputi pengeluaran untuk perumahan, sandang,
serta aneka barang dan jasa.
Dengan kata
lain, BPS menggunakan 2 macam pendekatan, yaitu pendekatan kebutuhan dasar
(basic needs approach) dan pendekatan Head Count Index. Pendekatan yang pertama
merupakan pendekatan yang sering digunakan. Dalam metode BPS, kemiskinan
dikonseptualisasikan sebagai ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar.
Sedangkan
Head Count Index
merupakan ukuran yang menggunakan kemiskinan absolut. Jumlah penduduk miskin
adalah jumlah penduduk yang berada di bawah batas yang disebut garis
kemiskinan, yang merupakan nilai rupiah dari kebutuhan minimum makanan dan non
makanan. Dengan demikian, garis kemiskinan terdiri dari 2 komponen, yaitu garis
kemiskinan makanan (food line) dan garis kemiskinan non makanan (non food
line).
Untuk mengukur
kemiskinan terdapat 3 indikator yang diperkenalkan oleh Foster dkk (1984) yang
sering digunakan dalam banyak studi empiris.
1.
the incidence of proverty, presentase
dari populasi yang hidup di dalam keluarga dengan pengeluaran konsumsi
perkapita dibawah garis kemiskinan, indeksnya sering disebut rasio H.
2.
the dept of proverty yang menggambarkan
dalamnya kemiskinan disuatu wilayah yang diukur dengan indeks jarak kemiskinan
(IJK), atau dikenal dengan sebutan proverty gap index.
Indeks
ini mengestimasi jarak/perbedaan rata-rata pendapatan orang miskin dari garis
kemiskinan sebagai suatu proporsi dari garis tersebut yang dapat dijelaskan
dengan formula sebagai berikut :
Pa =
(1 / n) ∑i [(z - yi) / z]a
Indeks
Pa ini sensitif terhadap distribusi jika a >1. Bagian [(z - yi) / z] adalah perbedaan
antara garis kemiskinan (z) dan tingkat pendapatan dari kelompok keluarga
miskin (yi) dalam bentuk suatu presentase dari garis kemiskinan. Sedangkan
bagian [(z - yi) / z]a adalah presentase eksponen dari besarnya pendapatan yang
tekor, dan kalau dijumlahkan dari semua orang miskin dan dibagi dengan jumlah
populasi (n) maka menghasilkan indeks Pa.
3.
the severity of property yang diukur
dengan indeks keparahan kemiskinan (IKK). Indeks ini pada prinsipnya sama
seperti IJK. Namun, selain mengukur jarak yang memisahkan orang miskin dari
garis kemiskinan, IKK juga mengukur ketimpangan di antara penduduk miskin atau
penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin. Indeks ini yang juga disebut
Distributionally Sensitive Index dapat juga digunakan untuk mengetahui
intensitas kemiskinan.
Enieysweetgirl.blogspot.com/
No comments:
Post a Comment