Masa
Orde Lama ( 1945 – 1967 )
Perekonomian
Indonesia pada masa orde lama perlu dicermati karena pada masa tersebut,
Indonesia merupakan Negara yang baru saja merdeka. Dalam masa ini, perkembangan
perekonomian dibagi dalam 3 (tiga) masa, yaitu :
1. Masa Kemerdekaan ( 1945 – 1950 )
Keadaan ekonomi
pada masa awal kemerdekaan dapat dibilang sangat tidak menggembirakan. Hal itu
terjadi karena adanya inflasi yang disebabkan oleh beredarnya lebih dari satu
mata uang secara tidak terkendali. Oktober 1946 Pemerintah RI mengeluarkan ORI
(Oeang Republik Indonesia) sebagai pengganti uang Jepang, namun adanya blockade
ekonomi oleh Belanda dengan menutup pintu perdagangan luar negeri mengakibatkan
kekosongan kas Negara. Akibatnya Negara berada dalam kondisi krisis keuangan
dan kondisi itu tentu membahayakan bagi keberlangsungan perekonomian Indonesia
pada saat itu.
Dalam menghadapi
krisis tersebut, pemerintah menempuh beberapa kebijakan, yaitu :
1.Pinjaman
Nasional
2.Pemenuhan
Kebutuhan Rakyat
3.Melakukan
Konferensi Ekonomi
2. Masa Demokrasi Liberal ( 1950 – 1957 )
Ciri
utama masa Demokrasi Liberal adalah sering bergantinya kabinet. Hal ini
disebabkan karena jumlah partai yang cukup banyak tetapi tidak ada partai yang
memiliki mayoritas mutlak dan hal ini kemudian membuat pada masa ini
perekonomian diserahkan sepenuhnya kepada pasar. Dampak dari kebijakan ini
akhirnya hanya memperburuk kondisi perekonomian Indonesia.
Pemerintah
terkesan memaksakan sistem pasar dalam perekonomian, anehnya pemerintah sudah
mengetahui dampaknya dan melakukan berbagai upaya untuk mengatasi kondisi
perekonomian. Usaha-usaha tersebut adalah melalui pemotongan nilai uang,
melanjutkan program Benteng, dan memutuskan hasil Konferensi Meja Bundar (KMB).
Pemotongan nilai uang dimaksudkan untuk mengurangi jumlah uang yang beredar
agar tingkat harga turun, dikenal dengan sebutan Gunting Syarifuddin.
Pemerintah juga melanjutkan Program Benteng (Kabinet Natsir) dengan maksud
untuk menumbuhkan wiraswasta pribumi agar bisa berpartisipasi dalam
perkembangan ekonomi nasional dan pembatalan sepihak atas hasil-hasil KMB,
termasuk pembubaran Uni Indonesia-Belanda.
3. Masa Demokrasi Terpimpin ( 1959 – 1967 )
Demokrasi
Terpimpin tidak lepas dari sosok Presiden Soekarno, sehingga pemikiran Soekarno
menjadi dasar bagi pelaksanaan demokrasi terpimpin. Dalam pidato beliau yang
berjudul Kembali ke Rel Revolusi terbitlah pemikiran Soekarno tentang demokrasi
terpimpin. Demokrasi Terpimpin benar-benar terjadi setelah muncul Dekrit
Presiden 5 Juli 1959. Mulai saat itulah Indonesia menjalankan sistem demokrasi
terpimpin. Akibat dari system ini berdampak pada perubahan struktur ekonomi
Indonesia yang akhirnya cenderung berjalan melalui system etatisme, dimana
dalam system ini Negara dan aparatur ekonomi Negara bersifat dominan serta
mematikan potensi dan kreasi unit-unit ekonomi diluar sektor Negara.
Tidak menunjukkan
kondisi perekonomian yang baik justru berdampak pada adanya devaluasi (penurunan
nilai uang yang tujuannya guna membendung inflasi yang tetap tinggi, mengurangi
jumlah uang yang beredar di masyarakat, serta agar dapat meningkatkan nilai
rupiah sehingga rakyat kecil tidak dirugikan), perlunya membentuk lembaga
ekonomi, dan kegagalan dalam bidang moneter. Pada saat ini dibentuk pula
Deklarasi Ekonomi, tujuannya untuk mencapai tahap ekonomi sosialis Indonesia
dengan cara terpimpin.
Masa
Orde Baru ( 1967 – 1998 )
Masa Orde Baru
identik dengan masa pemerintahan Presiden Soeharto. Dikenal beberapa tahapan
pembangunan yang menjadi agendanya. Orde Baru mengawali rezimnya dengan
menekankan pada prioritas stabilitas ekonomi, dan politik. Program pemerintah
berorientasi pada pengendalian inflasi, penyelamatan keuangan Negara, dan
pengamanan kebutuhan pokok rakyat. Pemerintah menerapkan kebijakan ekonomi yang
baru melalui pendekatan demokrasi pancasila, dan secara perlahan campur tangan
pemerintah dalam perekonomian mulai masuk.
Pentingnya
aspek pemerataan disadari betul dalam masa ini sehingga muncul istilah 8
(delapan) jalur pemerataan sebagai basis kebijakan ekonominya, yaitu :
1) Kebutuhan Pokok
2) Pendidikan dan kesehatan
3) Pembagian pendapatan
4) Kesempatan kerja
5) Kesempatan berusaha
6) Partisipasi wanita dan generasi muda
7) Penyebaran pembangunan
8) Peradilan
Agar
implementasi kebijakan tersebut dapat terlaksana dengan baik dan terencana,
maka kebijakan tersebut dilaksanakan dengan sebutan pola umum pembangunan
jangka panjang (25-30 tahun) dan berlangsung dalam periodisasi lima tahunan
sehingga dikenal dengan sebutan Pelita (Pembangunan Lima Tahun). Pelita
menunjukkan hasil yang signifikan dalam proses pembangunan ekonomi, terbukti
pada tahun 1984 Indonesia berhasil swasembada beras, menurunkan angka
kemiskinanm meningkatkan partisipasi pendidikan, penurunan angka kematian bayi,
dan peningkatan sector industri, berhasil dalam mengendalikan jumpal penduduk
melalui program Keluarga Berencana (KB).
Sisi
negatif dari Pelita adalah kerusakan serta pencemaran lingkungan hidup,
kerusakan suber daya alam, ketimpangan pertumbuhan ekonomi antar daerah,
ketimpangan antar golongan pekerjaan, akumulasi utang luar negeri yang semakin
menumpuk serta muncul pula konglomerasi dan bisnis yang sarat korupsi, kolusi,
dan nepotisme.
Meskipun
Orde Baru berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi, tetapi fundamental ekonomi
justru rapuh. Titik kulminasi keterpurukan Orde Baru berujung pada mundurnya
Soeharto dari kursi presiden pada tanggal 21 Mei 1998.
Terlepas
dari berbagai kontroversi tentang perjalanan rezim Orde Baru, harus diakui bahwa
Orde Baru paling tidak telah meletakkan dasar-dasar perekonomian bagi rezim
selanjutnya. Kondisi politik yang relatif stabil menjadi modal bagi tumbuhnya
perekonomian secara baik.
Masa
Reformasi (1998 - Sekarang)
Masa
reformasi dianggap sebagai tonggak baru perjalanan kehidupan bangsa Indonesia
dari sisi sosial dan politik. Muncul beberapa kebijakan yang kemudian menjadi
landasan bagi perjalanan sejarah Bangsa Indonesia kedepan. Kebijakan yang
paling menonjol adalah adanya pergeseran pengelolaan pemerintahan dari
sentralitis menjadi desentralitis.
a) Masa
Presiden BJ. Habibie ( 21 Mei 1998 - 20 Oktober 1999 )
Salah
satu tugas penting Presiden Habibie adalah mendapatkan kembali komunitas
Negara-negara donor untuk program pemulihan ekonomi. Untuk menyelesaikan krisis
moneter dan perbaikan ekonomi Indonesia, BJ Habibie melakukan langkah-langkah :
1)
Melakukan restrukturisasi dan rekapitulasi
perbankan melalui pembentukan BPPN dan unit Pengelola Aset Negara
2) Melikuidasi beberapa bank yang bermasalah
3) Menaikkan nilai tukar rupiah terhadap dolar
hingga di bawah Rp 10.000,00
4) Membentuk lembaga pemantau dan penyelesaian
masalah utang luar negeri
5) Mengimplementasikan reformasi ekonomi yang
disyaratkan IMF
6) Mengesahkan UU No. 5 tahun 1999 tentang Larangan
Praktik Monopoli dan
Persaingan
yang Tidak Shat
7) Mengesahkan UU No. 8 tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen
Meski hanya
singkat dalam masa pemerintahannya, namun Habibie menjadi peletak dasar bagi
pemerintahan selanjutnya.
b) Masa
Presiden Abdurrahman Wahid / Gus Dur ( 20 Oktober 1999 - 23 Juli 2001 )
Gus Dur memerintah dengan gaya yang agak kontroversial. Banyak
pernyataan-pernyataan yang membuat kebingungan public sehingga berakibat
seringnya muncul perdebatan di public yang tidak memberikan pendidikan bagi
masyarakat. Gus Dur juga gemar melakukan perjalanan ke luar negeri, yang
cenderung terkesan pemborosan. Keterbatasan fisiknya juga mempengaruhi
kinerjanya dalam menjalankan pemerintahan.
Perekonomian kala itu butuh perhatian serius dalam penanganannya,
salah satunya sector moneter dan untuk mengatasi krisis moneter dan memperbaiki
ekonomi Indonesia, dibentuk Dewan Ekonomi Nasional (DEN) yang bertugas untuk
memecahkan perbaikan ekonomi Indonesia yang belum pulih dari krisis ekonomi
yang berkepanjangan.
Kondisi perekonomian Indonesia pada masa pemerintahan Presiden
Abdurrahman Wahid memliki karakteristik sebagai berikut :
1) Dibandingkan
dengan tahun sebelumnya, kondisi perekonomian Indonesia mulai mengarah pada
perbaikan, di antaranya pertumbuhan PDB yang mulai positif, laju inflasi dan
tingkat suku bunga yang rendah, sehingga kondisi moneter dalam negeri juga
sudah mulai stabil.
2) Hubungan
pemerintah dengan IMF kurang baik
3) Sosial
dan Politik yang tidak stabil dan semakin parah yang membuat investor asing
menjadi enggan untuk menanamkan modal di Indonesia
4) Makin
rumitnya persoalan ekonomi ditandai lagi dengan pergerakan Indeks Harga Saham
Gabungan (IHSG) yang cenderung negative dikarenakan lebih banyaknya kegiatan
penjualan daripada kegiatan pebelian dalam perdagangan saham di dalam negeri
Gus Dur
telah menghiasi bagian sejarah perjalanan Bangsa Indonesia. Di tengah
keterbatasan fisiknya dan gaya kontroversinya, Gus Dur juga telah meletakkan
dasar kebijakan yang dapat menjadi pijakan bagi pemerintahan selanjutnya.
c) Masa
Pemerintahan Megawati Soekarnoputri ( 23 Juli 2001 - 20 Oktober 2004 )
Mewarisi kondisi perekonomian Indonesia yang jauh lebih buruk
daripada masa pemerintahan Gus Dur ditunjukkan dengan adanya inflasi dan
rendahnya pertumbuhan ekonomi Indonesia kurang berkembangnya investor swasta,
baik dalam negeri maupun swasta. Selain itu, nilai tukar rupiah yang masih
fluktuatif dan indeks harga saham gabungan yang cenderung menurun.
Salah satu masalah yang mendesak untuk dipecahkan adalah pemulihan
ekonomi. Untuk mengatasi krisis moneter, Megawati berhasil menaikkan pendapatan
per kapita dan menurunkan kurs mata uang rupiah dibawah Rp 10.000,00 dan untuk
mengatasi korupsi dibentuklah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Pada masa kepemimpinan Presiden Megawati, perekonomian Indonesia
mulai mengalami kemajuan walaupun masih ada beberapa kebijakannya yang memicu
banyak kontroversi tetapi Megawati sebagai presiden wanita pertama di Indonesia
menjadi bagian dari perjalanan sejarah bangsa Indonesia. Keberhasilannya dalam
memperbaiki sector moneter, dan membidani terbentuknya lembaga korupsi jelas
merupakan modal berharga bagi pemerintahan selanjutnya.
d) Masa
Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (20 Oktober 2004 - Sekarang )
Merupakan presiden pertama yang dipilih oleh rakyat melalui Pemilu
tahun 2004 dan tahun 2009. Pada masa jabatannya, Indonesia mengalami sejumlah
bencana alam dan menjadi tantangan tambahan bagi Presiden yang masih bergelut
dengan upaya memulihkan kehidupan ekonomi Negara dan kesejahteraan rakyat.
Kebijakan SBY yang
dianggap kontroversial yaitu :
1) Kebijakan
mengurangi subsidi BBM
Dilatarbelakangi oleh naiknya harga minyak dunia. Anggaran subsidi
BBM dialhikan ke subsidi sector pendidikan dan kesehatan, serta bidang-bidang
yang mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat.
2) Kebijakan
Bantuan Langsung Tunai (BLT)
Kebijakan ini ditujukan untuk memberikan bantuan langsung berupa
uang tunai kepada masyarakat miskin namun pada kenyataannya kebanyakan BLT
tidak sampai ke tangan yang berhak dan pembagiannya juga banyak menimbulkan
masalah sosial.
No comments:
Post a Comment