Saturday, November 15, 2014

Perbaiki Dermaga I Pelabuhan Padangbai, ASDP Siapkan Rp 15 Miliar



JAKARTA, KOMPAS.com - PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) memulai pekerjaan perbaikan Dermaga I Pelabuhan Padangbai pada Kamis (13/11/2014) yang rusak parah ditabrak KMP Andika Nusantara milik PT. Jembatan Nusantara sebulan lalu.
ASDP Indonesia Ferry membiayai terlebih dahulu perbaikan dermaga agar keterlambatan pelayanan penyeberangan tidak semakin lama, "Perbaikan keseluruhan dermaga membutuhkan waktu lebih dari dua bulan, tapi kami berupaya keras agar dermaga sudah bisa dioperasikan sementara secepatnya pada 15 Desember 2014, demi kelancaran arus penumpang dan barang menjelang Natal dan Tahun Baru," ujar Direktur Utama ASDP Indonesia Ferry (Persero) Danang S Baskoro dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Jakarta, Jumat (14/11/2014).
Danang menjelaskan, berdasarkan ketentuan yang berlaku, tanggung jawab perbaikan dermaga yang rusak karena ditabrak kapal dilaksanakan oleh perusahaan pemilik kapal penabrak. Namun kata dia, demi kepentingan pelayanan maka ASDP terlebih dulu menalangi biaya perbaikan dengan estimasi biaya sekitar Rp 15 miliar.
Sementara itu menurut Manajer Usaha Pelabuhan Padangbai Arsil, tidak beroperasinya Dermaga I mengganggu kelancaran penyeberangan Bali-Lombok. Pasalnya kata dia, rusaknya dermaga itu membuat antrian kendaraan yang akan menyeberang ke Lombok.
"ASDP Indonesia Ferry Padangbai akan mempercepat waktu muat kendaraan ke kapal dari semula 50 menit menjadi 25 menit. Kendaraan dan bus yang memuat menumpang akan kami prioritaskan untuk menyeberang," kata Asril.
Menurut Arsil, sembari menunggu Dermaga 1 selesai, ASDP sudah meminta Otoritas Pelabuhan Penyeberangan sebagai pemilik wewenang untuk memprioritaskan pengoperasian kapal-kapal besar untuk mengurangi antrian kendaraan di pelabuhan.

Yoga Sukmana
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2014/11/14/1111000/Perbaiki.Dermaga.I.Pelabuhan.Padangbai.ASDP.Siapkan.Rp.15.Miliar

Naikkan Harga, Pemerintah Lupa Berantas Mafia BBM



TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dipandang tidak tepat dilakukan dalam konteks kekinian. Keputusan pemerintah untuk menaikkan harga minyak justru akan menafikan keberadaan mafia minyak.
"Tidak tepat karena ini satu jalan pintas yang justru pada saat yang sama menafikan prioritas yang lebih penting. Yaitu memberantas mafioso BBM baik di tingkat hulu, pengadaan," ujar pengamat Migas, Hendrajit, di Cikini, Jakarta, Sabtu (15/11/2014).
Menurut Hendrajit, Pemerintahan Joko Widodo harus melepaskan diri dari ketergantungan impor BBM. Kata dia, Undang-Undang Nomor 22 tahun 2001 yang melumpuhkan Pertamina sebagai produsen minyak harus direvisi.
Jika kewenangan Pertamina sudah dikembalikan, Petral sendiri otomatis dibubarkan karena tidak diperlukan untuk mengimpor BBM untuk Indonesia.
"Ya kalau itu (UU 22 Tahun 2001) dirobah yang diistilahkan zero import otomatis Petral tidak diperlukan lagi. Pertamina dikembalikan kedaulatannya, kewenangannya untuk melakukan penanganan bisnisnya juga," tukas Hendrajit.

http://www.tribunnews.com/bisnis/2014/11/15/naikkan-harga-pemerintah-lupa-berantas-mafia-bbm

Bappenas: Sulit Mencapai Rasio Elektrifikasi 100%



BANDUNG - Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) akan membangun pembangkit listrik sebesar 35 ribu MW dalam lima tahun. Pembangunan ini selain untuk mengejar ketertinggalan, namun untuk mencapai rasio elektrifikasi 100 persen atau sambungan listrik yang menjangkau seluruh masyarakat Indonesia.
Tercatat saat ini baru 81 persen rasio elektrifikasi, sedangkan sisanya belum mendapatkan kebutuhan listrik.
Menurut Dedy, untuk mencapai rasio elektrifikasi 100 persen agak sulit, hal ni dikarenakan geografis wilayah Indonesia yang berbeda, terlebih lagi yang paling sulit adalah wilayah pegunungan.
"Kan banyak itu, wilayah yang pelosok-pelosok, pegunungan susah bangun pembangkit disitu," kata Dedy di Bandung, Sabtu (15/11/2014).
Selain itu dijelaskan Dedy, berkaca pada kondisi di negara maju seperti Amerika Serikat saja belum mampu mencapai rasio elektrifikasi secara penuh 100 persen.
"Kementerian ESDM dan PLN enggak menyanggupi 100 persen. Mereka hanya sanggup mengejar 96,5 persen. Enggak mampu kalau sebesar itu," tegasnya.
Menurutnya, saat ini produksi atau konsumsi listrik di Indonesia baru 220 megawatt atau 843 kilowatt hour (Kwh) per kapita. Sementara di AS telah menembus angka 40 ribu Kwh per kapita.
"Negara ini semakin maju, kebutuhan listrik Kwh per kapita nya akan makin tinggi," pungkasnya.

Dani Jumadil Akhir - Okezone
http://economy.okezone.com/read/2014/11/15/19/1065959/bappenas-sulit-mencapai-rasio-elektrifikasi-100