ISU ETIKA SIGNIFIKAN DALAM DUNIA BISNIS DAN
PROFESI
12.1 BENTURAN KEPENTINGAN
12.1 BENTURAN KEPENTINGAN
Benturan
kepentingan adalah perbedaan antara kepentingan ekonomis perusahaan dengan
kepentingan ekonomis pribadi direktur, komisaris, atau pemegang saham utama
perusahaan. Perusahaan menerapkan kebijakan bahwa personilnya harus menghindari
investasi, asosiasi atau hubungan lain yang akan mengganggu, atau terlihat
dapat mengganggu, dengan penilaian baik mereka berkenaan dengan kepentingan
terbaik perusahaan. Sebuah situasi konflik dapat timbul manakala personil
mengambil tindakan atau memiliki kepentinganyang dapat menimbulkan kesulitan
bagi mereka untuk melaksanakan pekerjaannya secara obyektif dan efektif.
Benturan
kepentingan juga muncul manakala seorang karyawan, petugas atau direktur, atau
seorang anggota dari keluarganya, menerima tunjangan pribadi yang tidak layak
sebagai akibat dari kedudukannya dalam perusahaan. Apabila situasi semacam itu
muncul, atau apabila individu tidak yakin apakah suatu situasi merupakan
benturan kepentingan, ia harus segera melaporkan hal-hal yang terkait dengan
situasi tersebut kepada petugas kepatuhan perusahaan. Apabila manajemen senior
perusahaan menetapkan bahwa situasi tersebut menimbulkan benturan kepentingan,
mereka harus segera melaporkan benturan kepentingan tersebut kepada komite
pemeriksa.
Berikut
ini merupakan berberapa contoh upaya perusahaan / organisasi dalam menghindari
benturan kepentingan :
a.
Menghindarkan
diri dari tindakan dan situasi yang dapat menimbulkan benturan kepentingan
antara kepentingan pribadi dengan kepentingan perusahaan.
b.
Mengusahakan
lahan pribadi untuk digunakan sebagai kebun perusahaan yang dapat menimbulkan
potensi penyimpangan kegiatan pemupukan.
c.
Menyewakan
properti pribadi kepada perusahaan yang dapat menimbulkan potensi penyimpangan
kegiatan pemeliharaan.
d.
Memiliki
bisnis pribadi yang sama dengan perusahaan.
e.
Menghormati
hak setiap insan perusahaan untuk memiliki kegiatan di luar jam kerja, yang
sah, di luar pekerjaan dari perusahaan, dan yang bebas dari benturan dengan kepentingan.
f.
Mengungkapkan
dan melaporkan setiap kepentingan dan atau kegiatan-kegiatan di luar pekerjaan
dari perusahaan, yaitu:
1)
Kepada
atasan langsung bagi karyawan,
2)
Kepada
Pemegang Saham bagi Komisaris, dan
3)
Kepada
Komisaris dan Pemegang Saham bagi Direksi.
g.
Menghindarkan
diri dari memiliki suatu kepentingan baik keuangan maupun non-keuangan pada
organisasi / perusahaan yang merupakan pesaing, antara lain :
h.
Menghindari
situasi atau perilaku yang dapat menimbulkan kesan atau spekulasi atau
kecurigaan akan adanya benturan kepentingan.
i.
Mengungkapkan
atau melaporkan setiap kemungkinan (potensi) benturan kepentingan pada suatu
kontrak atau sebelum kontrak tersebut disetujui.
j.
Tidak
akan melakukan investasi atau ikatan bisnis pada individu dan pihak lain yang
mempunyai keterkaitan bisnis dengan baik secara langsung maupun tidak langsung.
k.
Tidak
akan memegang jabatan pada lembaga-lembaga atau institusi lain di luar
perusahaan dalam bentuk apapun, kecuali telah mendapat persetujuan tertulisdari
yang berwenang.
12.2
ETIKA DALAM TEMPAT KERJA
Dunia kerja memang
menyimpan banyak sisi, secara positif orang memang menaruh harapan dari dunia
kerja yaitu untuk memenuhi keperluan hidupnya. Namun tuntutan pekerjaan pun
bila tidak dihadapi dengan baik dapat membawa tekanan bagi pekerja sendiri.
Menyikapi hal tersebut mungkin ada hubungannya dengan fenomena maraknya
kegiatan eksekutif bisnis mendalami nilai-nilai agama. Mereka mengikuti
aktivitas keagamaan seperti tasawuf, kebaktian bersama dan lainnya untuk
mengkaji dan mengaplikasikan nilai-nilai luhuryang selama ini kerap hilang dari
dunia kerja.
Kemerosotan nilai dalam
dunia kerja juga diakui oleh ahli filsafat Franz Magnis Suseno, bahwa etika
dalam tempat kerja mulai tergeser oleh kepentingan pencapaian keuntungan
secepat-cepatnya. Eika sudah tidak ada lagi dan kegiatanekonomi hanya
dimaknakan sebagai usaha mencari uang dengan cepat. Akibatnya, perusahaan
memberlakukan karyawan dengan buruk dan tidak menghormati setiap pribadi.
Etika dalam
profesionalisme bisnis. Ada dua hal yang terkandung dalam etika bisnis yaitu
kepercayaan dan tanggung jawab. Kepercayaan diterjemahkan kepada bagaimana
mengembalikan kejujuran dalam dunia kerja dan menolak stigma lama bahwa
kepintaran berbisnis diukur dari kelihaian memperdayasaingan. Sedangkan tanggung
jawab diarahkan atas mutu output sehingga insan bisnis jangan puas hanya
terhadap kualitas kerja yang asal-asalan.
Dalam pandangan rasional
tentang perusahaan, kewajiban moral utama pegawai adalah untuk bekerja mencapai
tujuan perusahaan dan menghindari kegiatan-kegiatanyang mungkin mengancam
tujuan tersebut. Jadi, bersikap tidak etis berarti menyimpang dari
tujuan-tujuan tersebut dan berusaha meraih kepentingan sendiri dalam cara-cara
yang jika melanggar hukum dapat dinyatakan sebagai salah satu bentuk “kejahatan
kerah putih”.
Adapun beberapa praktik
di dalam suatu pekerjaan yang dilandasi dengan etika dengan berinteraksi di
dalam suatu perusahaan, misalnya:
1)
Etika
Terhadap Saingan
Kadang-kadang ada
produsen berbuat kurang etis terhadap saingan dengan menyebarkan rumor, bahwa
produk saingan kurang bermutu atau juga terjadi produk saingan dirusak dan
dijual kembali ke pasar, sehingga menimbulkan citra negatifdari pihak
konsumen.
2)
Etika
Hubungan dengan Karyawan
Di dalam perusahaan ada
aturan-aturan dan batas-batas etika yang mengatur hubungan atasan dan bawahan,
Atasan harus ramah dan menghormati hak-hak bawahan, Karyawan diberi kesempatan
naik pangkat, dan memperoleh penghargaan.
3)
Etika
dalam hubungan dengan publik
Hubungan dengan publik
harus dujaga sebaik mungkin, agar selalu terpelihara hubungan harmonis.
Hubungan dengan public ini menyangkut pemeliharaan ekologi, lingkungan hidup.
Hal ini meliputi konservasi alam, daur ulang dan polusi. Menjaga kelestarian
alam, recycling (daur ulang) produk adalah uasha-usaha yang dapat dilakukan
perusahaan dalam rangka mencegah polusi, dan menghemat sumber daya alam.
12.3
AKTIVITAS BISNIS INTERNASIONAL – MASALAH
BUDAYA
Bagaimana
cara dan perilaku manusia melakukan sesuatu serta bagaimana suatu kelompok
individu membentuk kebiasaan. Kepemimpinan berperan sebagai motor yang harus
mampu mencetuskan dan menularkan kebiasaaan produktif di lingkungan organisasi.
Maka dengan demikian, masalah budaya perusahaan bukanlah hanya apa yang akan
dikerjakan sekolompok individu melainkan juga bagaimana cara dan tingkah laku
mereka pada saat mengerjakan pekerjaan tersebut.
Seorang
pemimpin memiliki peranan penting dalam membentuk budaya perusahaan. Hal itu
bukanlah sesuatu yang kabur dan hambar, melainkan sebuah gambaran jelas dan
konkrit. Jadi, budaya itu adalah tingkah laku, yaitu cara individu bertingkah
laku dalam mereka melakukan sesuatu.
Tidaklah
mengherankan, bila sama-sama kita telaah kebanyakan perusahaan sekarang ini.
Para pemimpin yang bergelimang dengan fasilitas dan berbagai kondisi kemudahan.
Giliran situasinya dibalik dengan perjuangan dan persaingan, mereka mengeluh
dan malah sering mengumpat bahwa itu semua karena SDM kita yang tidak kompeten
dan tidak mampu. Mereka sendirilah yang membentuk budaya itu (masalah budaya).
Semua karena percontohan, penularan dan panutan dari masing-masing pemimpin.
Maka timbul paradigma, mengubah budaya perusahaan itu sendiri.
Budaya
perusahaan memberi kontribusi yang signifikan terhadap pembentukan perilaku
etis, karena budaya perusahaan merupakan seperangkat nilai dan norma yang
membimbing tindakan karyawan. Budaya dapat mendorong terciptanya prilaku. Dan
sebaliknya dapat pula mendorong terciptanya prilaku yang tidak etis.
12.4
AKUNTABILITAS SOSIAL
Tujuan Akuntanbilitas
Sosial, antara lain :
1)
Untuk
mengukur dan mengungkapkan dengan tepat seluruh biaya dan manfaat bagi
masyarakat yang ditimbulkan oleh aktifitas-aktifitas yang berkaitan dengan
produksi suatu perusahaan
2)
Untuk
mengukur dan melaporkan pengaruh kegiatan perusahaan terhadap lingkungannya,
mencakup : financial dan managerial social accounting, social auditing.
3)
Untuk
menginternalisir biaya sosial dan manfaat sosial agar dapat menentukan suatu
hasil yang lebih relevan dan sempurna yang merupakan keuntungan sosial suatu
perusahaan.
Salah
satu alasan utama kemajuan akuntabilitas sosial menjadi lambat yaitu kesulitan
dalam pengukuran kontribusi dan kerugian. Prosesnya terdiri dari atas tiga
langkah, diantaranya:
1)
Menentukan
biaya dan manfaat sosial
Sistem nilai masyarakat merupakan faktor penting dari
manfaat dan biaya sosial. Masalah nilai diasumsikan dapat diatasi dengan
menggunakan beberapa jenis standar masyarakat dan mengidentifikasikan
kontribusi dan kerugian secara spesifik
2)
Kuantifikasi
terhadap biaya dan manfaat
Saat aktivitas yang menimbulkan biaya dan manfaat sosial
ditentukan dan kerugian serta kontribusi
3)
Menempatkan
nilai moneter pada jumlah akhir.
Dunia
bisnis hidup ditengah-tengah masyarakat, kehidupannya tidak bisa lepas dari
kehidupan masyarakat. Oleh karena itu ada suatu tanggungjawab social yang
dipikul oleh bisnis. Banyak kritik dilancarkan oleh masyarakat terhadap bisnis
yang kurang memperhatikan lingkungan. Banyak timbul perbedaan pendapat mengenai
bahwa tanggungjawab bisnis hanya terbatas sampai menghasilakan barang dan jasa
buat konsumen dengan harga yang murah, atau juga ada yang mengatakan
tanggungjawab bisnis adalah jangan mengambil keuntungan besar, tetapi yang
sewajarnya.
Dalam
dunia bisnis juga semua orang tidak mengharapkan memperoleh perlakuan tidak
jujur dari sesamanya, banyak praktik manipulasi tidak akan terjadi jika
dilandasi dengan moral tinggi. Moral dan tingkat kejujuran rendah akan
menghancurkan tata nilai etika bisnis itu sendiri, karena masalahnya nilai
etika hanya ada di dalam hati nurani seseorang. Etika mempunyai kendali intern
dalam hati, berbeda dengan hokum yang mempunyai unsur paksaan ekstern. Akan
tetapi bagi orang-orang yang berkecimpung dalam bidang bisnis yang dilandasi
oleh rasa keagamaan mendalam akan mengetahui bahwa perilaku jujur akan memberikan
kepuasan tersendiri dalam kehidupannya baik dalam duniawi maupun akhirat.
12.5
MANAJEMEN KRISIS
Manajemen
krisis adalah respon pertama perusahaan terhadap sebuah kejadian yang dapat
merubah jalannya operasi bisnis yang telah berjalan normal. Artinya terjadi
gangguan pada proses bisnis ‘normal’ yang menyebabkan perusahaan mengalami
kesulitan untuk mengoptimalkan fungsi-fungsi yang ada, dan dengan demikian
dapat dikategorikan sebagai krisis. Kejadian buruk dan krisis yang melanda
dunia bisnis dapat mengambil beragam bentuk. Mulai dari bencana alam seperti
Tsunami, musibah teknologi (kebakaran, kebocoran zat-zat berbahaya) sampai
kepada karyawan yang mogok kerja. Segala kejadian buruk dan krisis, berpotensi
menghentikan proses normal bisnis yang telah dan sedang berjalan, membutuhkan
penanganan yang segera (immediate) dari pihak manajemen. Penanganan yang segera
ini kita kenal sebagai manajemen krisis (crisis management).
Saat
ini, manajemen krisis dinobatkan sebagai new corporate discipline. Manajemen
krisis adalah respon pertama perusahaan terhadap sebuah kejadian yang dapat
merubah jalannya operasi bisnis yang telah berjalan normal. Pendekatan yang
dikelola dengan baik sebagai respon terhadap kejadian itu terbukti secara
signifikan sangat membantu meyakinkan para pekerja, pelanggan, mitra, investor,
dan masyarakat luas akan kemampuan organisasi melewati masa krisis.
Aspek dalam Penyusunan
Rencana Bisnis.
Setidaknya terdapat enam
aspek yang mesti kita perhatikan jika kita ingin menyusun rencana bisnis yang
lengkap. Yaitu tindakan untuk menghadapi :
1. Situasi darurat (emergency response),
1. Situasi darurat (emergency response),
2. Skenario untuk
pemulihan dari bencana (disaster recovery),
3. Skenario untuk
pemulihan bisnis (business recovery),
4. Strategi untuk
memulai bisnis kembali (business resumption),
5. Menyusun
rencana-rencana kemungkinan (contingency planning), dan
6. Manajemen krisis
(crisis management).
Penanganan Krisis
Pada
hakekatnya dalam setiap penanganan krisis, perusahaan perlu membentuk tim
khusus. Tugas utama tim manajemen krisis ini terutama adalah mendukung para
karyawan perusahaan selama masa krisis terjadi. Kemudian menentukan dampak dari
krisis yang terjadi terhadap operasi bisnis yang berjalan normal, dan menjalin
hubungan yang baik dengan media untuk mendapatkan informasi tentang krisis yang
terjadi. Sekaligus menginformasikan kepada pihak-pihak yang terkait terhadap
aksi-aksi yang diambil perusahaan sehubungan dengan krisis yang terjadi.
Dalam
menghadapi krisis dibutuhkan kepemimpinan yang efektif. Sang pemimpin mesti
mengetahui tujuan dan strategi yang jelas untuk mengatasai krisis. Tentu harus
dilandasi oleh rasa optimisme terhadap penyelesaian krisis. Mintalah dukungan
dari semua orang, dan tunjukkan bahwa perusahaan mampu menghadapi krisis yang
terjadi ini dengan baik. Tenangkan hati mereka. Ajaklah seluruh anggota
organisasi untuk terlibat dalam mencari dan menjalani solusi krisis yang telah
disusun bersama.
Kesimpulan:
Jadi, hasil dari pembahasan tentang Isu Etika Signifikan dalam dunia bisnis dan profesi yaitu, sebuah situasi konflik dapat timbul manakala personil mengambil tindakan atau memiliki kepentinganyang dapat menimbulkan kesulitan bagi mereka untuk melaksanakan pekerjaannya secara obyektif dan efektif. Jadi, bersikap tidak etis berarti menyimpang dari tujuan-tujuan tersebut dan berusaha meraih kepentingan sendiri dalam cara-cara yang jika melanggar hukum dapat dinyatakan sebagai salah satu bentuk “kejahatan kerah putih”.
Sumber:
Sumber: